Arsitek-tung!

Home Top Ad

Responsive Ads Here

Wah, sudah lama juga sejak terakhir saya posting update di blog ini. Sebentar ya, saya mau bersih-bersih dulu, terlalu banyak debu dan ...



Wah, sudah lama juga sejak terakhir saya posting update di blog ini. Sebentar ya, saya mau bersih-bersih dulu, terlalu banyak debu dan sarang laba-laba di sini. Hehehe... Anyway, meskipun sudah cukup lama vakum dari aktivitas blogging, saya masih lumayan sering menerima kontak dari pembaca blog ini, baik via e-mail maupun Twitter. Kapan hari malah ada yang mak mbedunduk menghubungi saya via Line, padahal saya nggak pernah sebar-sebar user id (tapi user id saya pun bukannya susah ditebak sih :p). Berbagai "surat pembaca" tadi tak pelak membuat saya jadi merasa agak kurang enak kalau terus-terusan menelantarkan blog ini. Sebenarnya saya punya ide untuk topik tulisan yang lumayan banyak tersimpan di otak. Tapi menuliskannya itu lho yang, entah kenapa, maleees banget. Yah.. beginilah, namanya juga blogger angin-anginan. Pantes kuliah nggak lulus-lulus. :p

Untuk sementara ini, sambil berjuang mengumpulkan semangat untuk kembali menulis, saya memutuskan untuk melakukan kegiatan sampingan yang lebih sedikit membebani otak: mengisi Pinterest. Kurang lebih seminggu belakangan, saya asyik mengisi profil Pinterest saya dengan beberapa board tentang arsitek terkenal dunia dan karya-karyanya. Sementara ini masih sedikit sih, tapi akan terus saya tambah. Jadi, bolehlah mampir dulu lihat-lihat dan follow profil saya di pinterest.com/arsitektung sambil menunggu update terbaru di blog ini.

Eh, tapi saya nggak mau janji ah untuk aktif ngeblog. Lah gimana, semester ini aja saya "dipaksa" dosen wali saya untuk ambil 23 sks, jumlah kredit tertinggi yang pernah saya ambil seumur-umur. Padahal semester ini saya harus ambil proposal TA (ketahuan deh sampai sekarang belum bikin TA :p). Belum lagi kelas studio 8 sks. Belum lagi mata kuliah printilan yang tugasnya juga pasti banyak. Belum lagi diriku masih jomblo, kapan ada waktu buat cari pacarnya. Eh, jadi ngelantur kemana-mana gini ya. Padahal tujuan postingan ini cuma mau mengabarkan keberadaan profil Pinterest Arsitek-tung. Hahaha...

Udahan ah, daripada makin kemana-mana. Bye.

Wiswakharman Expo atau WEX adalah ajang ekshibisi sekaligus kompetisi arsitektur tahunan yang dihelat oleh jurusan Teknik Arsitektur ...



Wiswakharman Expo atau WEX adalah ajang ekshibisi sekaligus kompetisi arsitektur tahunan yang dihelat oleh jurusan Teknik Arsitektur Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Tahun ini, mengusung slogan Live the Future Live the Culture, WEX menghadirkan tema teknologi dalam pelaksanaan pamerannya. Salah satu agenda yang tidak ketinggalan adalah pelaksanaan sayembara desain arsitektur yang kali ini mengusung isu Share House, berikut penjabaran lebih rinci dari panitia yang dimuat di website resminya:


LATAR BELAKANG

Pertumbuhan penduduk dunia dari tahun ke tahun akan semakin bertambah. Bahkan peningkatan populasi tersebut terjadi di hampir setiap negara. Pertumbuhan dan pertambahan jumlah penduduk merupakan kejadian yang tidak bisa dihindari. Akibat dari pertumbuhan penduduk tersebut adalah meningkatnya kepadatan penduduk dimana jumlah populasi manusia dan luasan lahan yang ada semakin besar perbedaannya.

Pertumbuhan jumlah penduduk tidak diikuti dengan pertumbuhan lahan. Lahan sebagai tempat manusia melakukan segalanya tidak akan ikut bertambah. Apabila kepadatan penduduk yang diluar batas wajar terjadi, maka daya dukung lahan akan semakin berkurang. Dengan demikian kepadatan penduduk akan menjadi permasalahan besar.

Dari penjelasan latar belakang diatas dapat disimpulkan dua masalah utama umat manusia di masa depan,
  • Keterbatasan lahan untuk menampung segala kegiatan umat manusia yang jumlahnya semakin banyak
  • Ketersediaan bahan bakar fosil di dunia yang terbatas
Berdasarkan dua masalah di atas maka sayembara Wiswakharman Expo 2015 mengambil tema “Share House”sebagai solusi menyelesaikan dua masalah utama tersebut.


SHARE HOUSE

Share House merupakan konsep hunian privat dengan pengguna yang komunal. Maksudnya, hunian digunakan untuk bisa menampung sebanyak mungkin pengguna pada kondisi lahan yang seminimal mungkin. Pengguna bisa berupa sekelompok orang yang memiliki karakteristik yang sama, semisal sekelompok mahasiswa, sekelompok karyawan pabrik, sekelompok pedagang sayur, yang menyewa rumah untuk dijadikan tempat tinggal bersama, maupun dua atau lebih keluarga dalam satu atap. Oleh karena itu, sesuai dengan namanya, Share house atau rumah berbagi, maka penghuni saling berbagi ruang yang sama untuk melakukan kegiatan-kegiatannya.

Masalah kedua yang harus ditanggapi adalah keterbatasan pasokan energi. Selain mampu menampung penghuni dalam jumlah besar, konsep hunian ini juga harus mampu memenuhi kebutuhan energinya sendiri. Untuk mampu 100% memenuhi secara mandiri kebutuhan energi dirasa masih sangat sulit oleh karena itu setidaknya 50% kebutuhan energi dapat dipenuhi secara mandiri. Pemanfaatan kondisi tapak dan potensi yang ada untuk dijadikan pemasok energi juga menjadi ide dari konsep hunian yang disiapkan untuk masa depan ini.

SAYEMBARA 'SHARE HOUSE'
WISWAKHARMAN EXPO 2015
di dukung oleh Ikatan Arsitek Indonesia (IAI)


TOTAL HADIAH 16 JUTA RUPIAH!!!


LATAR BELAKANG
  • Keterbatasan lahan untuk menampung segala kegiatan umat manusia yang jumlahnya semakin banyak
  • Ketersediaan bahan bakar fosil di dunia yang terbatas.
Berdasarkan dua masalah di atas maka sayembara Wiswakharman Expo 2015 mengambil tema “Share House” sebagai solusi menyelesaikan dua masalah utama tersebut.

PESERTA

Peserta merupakan mahasiswa Program Studi apapun, namun tiap kelompok diwajibkan terdapat mahasiswa/i program studi Arsitektur, Teknik Sipil, Desain Interior, atau bidang kreatif lainnya yang masih memiliki KTM (Kartu Tanda Mahasiswa) aktif hingga akhir penjurian lomba.

APRESIASI

JUARA 1 UANG TUNAI 7,5 JUTA RUPIAH + SERTIFIKAT
JUARA 2 UANG TUNAI 5 JUTA RUPIAH + SERTIFIKAT
JUARA 3 UANG TUNAI 3 JUTA RUPIAH + SERTIFIKAT
JUARA 4 UANG TUNAI 750 RIBU RUPIAH + SERTIFIKAT
JUARA 5 UANG TUNAI 750 RIBU RUPIAH + SERTIFIKAT

JURI SAYEMBARA

  • Budiman Hendropurnomo (DCM JAKARTA)
  • Jatmika Suryabrata (Universitas Gadjah Mada)
  • Tan Tik Lam (dalam konfirmasi)
  • Yu Sing (dalam konfirmasi)

JADWAL SAYEMBARA

- 27 Januari s.d. 3 Maret 2015 : Pendaftaran Sayembara
- 27 Januari s.d. 17 Maret 2015 : Pengumpulan Karya
- 24 Maret 2015 : Penilaian Tahap 1
- 5 April 2015 : Presentasi 5 Besar dan Inagurasi (pada event WISWAKHARMAN EXPO 2015 di TAMAN BUDAYA YOGYAKARTA)


CONTACT PERSON

ANDI +62-8138-467-7700
HUSNA +62-857-2957-3336

WEX2015 OFFICIAL ACCOUNT
Official page: www.wiswakharmanexpo.com
Official facebook: www.facebook.com/wexugm
Official twitter: @WEX_UGM
Official instagram: @WEX_UGM

Tulisan ini adalah tugas akhir semester yang saya buat untuk mata kuliah Asas Perancangan Arsitektur. Asas Perancangan Arsitektur Me...

Tulisan ini adalah tugas akhir semester yang saya buat untuk mata kuliah Asas Perancangan Arsitektur.

Asas Perancangan Arsitektur

Merancang adalah sebuah proses.  Bagi seorang perancang, asas perancangan merupakan salah satu ‘senjata’ dalam proses tersebut. Asas menjadi semacam landasan pemikiran bagi perancang dalam menentukan gagasan rancangannya, juga sebagai pedoman dan pengarah bagi proses merancang. Asas-asas tersebut antara lain asas estetika, asas fungsional, asas rasional, asas simbolik, dan asas psikologik.
Asas estetika sangatlah erat hubungannya dengan aspek venustas dari arsitektur yang diungkapkan oleh Vitruvius. Penekanannya terutama pada wujud arsitektur sebagai objek rupa yang terkait dengan impresi visual. Sebuah objek arsitektur dibuat estetis melalui penataan bentuk,  bahan (warna/  tekstur),  ukuran, dan  letak, dengan memperhatikan prinsip-prinsip unity, order, dan coherence.
bird nest staidium, bird nest olympic, beijing 2008, olympic, stadium, stadion, stadion sarang burung
Bird Nest Olympic Stadium di Beijing, dibangun sebagai sebuah grand architectural statement dari Kota Beijing sebagai penyelenggara olimpiade kala itu.
sumber gambar:http://th02.deviantart.net/fs25/PRE/f/2008/084/7/e/Olympic_Bird__s_Nest_Stadium_by_lattin1.jpg
Asas fungsional arsitektur menurut pemikiran Mayall mengedepankan fungsi dan peran arsitektur, bagaimana arsitektur itu bertugas dan apa perannya bagi manusia dan dunia. Asas fungsionalitas dalam hal ini sering dirancukan dengan asas utilitarianism yang mengedepankan guna arsitektur. Padahal, fungsi dan guna merupakan dua hal yang berbeda. Fungsi arsitektur lebih cenderung kepada tujuan dibuatnya arsitektur itu sendiri, sebagai contoh sebagai sebuah tempat berlindung, sebagai sebuah pernyataan status, sebagai cerminan budaya, sebagai penanda waktu, sebagai penanda kekuasaan, dsb. Sementara guna lebih merujuk kepada bagaimana arsitektur itu dimanfaatkan oleh manusia, apakah ia menjadi sebuah rumah tinggal, rumah sakit, bank, kantor, sekolah, dsb. Asas fungsional sendiri meliputi sepuluh prinsip perancangan, yakni principle of totality, time, value, resources, synthesis, iteration, change, relationships, competence, dan service.
le corbusier, villa savoye, contoh asas rasional, arsitektur rasional, arsitektur modern, modern architecture, rational architecture
Villa Savoye, karya rancang Le Corbusier yang ternama dan sarat dengan asas rasional dalam konsepnya.
sumber gambar: http://www.ville-poissy.fr/uploads/pics/villa_savoie2.jpg
Asas berikutnya, yakni asas rasional, menekankan pada fungsi arsitektur sebagai sebuah wadah aktifitas manusia serta mengedepankan prinsip-prinsip rasionalitas. Sebagai sebuah wadah, maka ia dapat menjadi penyesuai perilaku manusia yang beraktifitas di dalamnya. Pengolahan ruang yang terjadi banyak dipengaruhi pemikiran bagaimana nantinya ruang itu akan digunakan dan bagaimana arsitektur memenuhi kebutuhan ruang tersebut dengan efektif dan efisien. Penerapan asas rasional sendiri sebagian besar dapat ditemukan pada bangunan berlanggam modern.
piramida louvre, louvre pyramid, musee du louvre, perancis, paris, france, architecture grande, pyramid, glass panel, steel frame
Piramida Louvre, penerjemahan kembali kemegahan masa lampau melalui bentuk piramid dan teknik konstruksi modern.
sumber gambar: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/f/ff/Louvre-Bannenhaff-mat-Pyramid–w.jpg
Selanjutnya, asas simbolik merupakan asas yang menyertakan sejarah dalam proses merancangnya. Namun, sejarah yang dimaksud di sini bukanlah sejarah yang terkait peristiwa maupun identitas lokal, melainkan kenangan-kenangan akan arsitektur masa lalu yang dibangkitkan lagi melalui karya-karya masa kini. Asas simbolik ini erat hubungannya dengan fungsi arsitektur sebagai sebuah penyampai pesan. Dan penyelesaiannya tentu tidak akan lepas dari upaya agar pesan tersebut dapat ditangkap oleh orang yang mengapresiasinya.Dengan demikian, salah satu penekanan pada asas ini adalah wujud objek, bukannya bentuk seperti pada asas rasional yang mengedepankan keefektifan ruang terkait guna bangunan.
Yang terakhir, asas psikologik. Asas ini berusaha menggabungkan antara asas rasional dan simbologi. Dalam asas ini, pemakai karya rancangan dapat berpartisipasi dalam rancangannya. Asas psikologik berupaya menimbulkan respon dari pengguna dan merangsang fantasinya. Gubahan-gubahan dalam asas ini akan turut mempengaruhi pola perilaku manusia.
Meskipun ada banyak asas dalam perancangan arsitektur yang kelihatannya terpisah, dalam penerapannya, masing-masing asas tersebut tetap memiliki andil dalam membentuk suatu karya arsitektur. Karena, penggunaan asas dalam merancang bukanlah suatu pilihan, melainkan prioritas. Sehingga, bukan tidak mungkin suatu karya arsitektur melibatkan masing-masing asas tersebut dalam proses perancangannya, hanya saja dalam porsi yang berbeda-beda, yang satu mungkin lebih menonjol daripada yang lain. (*)

Tulisan ini dibuat sebagai tugas untuk mata kuliah Apresiasi Arsitektur. Pada versi yang dimuat di blog ini telah dilakukan penyesuaian se...

Tulisan ini dibuat sebagai tugas untuk mata kuliah Apresiasi Arsitektur. Pada versi yang dimuat di blog ini telah dilakukan penyesuaian secukupnya, baik berupa perubahan redaksional maupun penambahan gambar. Esensi tulisan masih tetap sama.




Apresiasi berarti penghargaan. Mengapresiasi arsitektur sedemikian rupa berarti memberi penghargaan terhadap karya arsitektur. Pada dasarnya, ia adalah sebuah proses menikmati, mengalami, dan mengamati sebuah karya arsitektur untuk kemudian menilai serta memaknainya. Proses tersebut melibatkan segenap indera manusia sebagai perangkatnya. Sebab, melalui inderalah manusia mengalami sekaligus menyerap input dari dunia di luar dirinya, termasuk bentuk dan ruang arsitektural. Sebagaimana sebuah proses yang berkelanjutan, ia tidak terhenti hanya pada tahapan mengumpulkan masukan. Yang jadi pertanyaan ialah bagaimana masukan tersebut akan diolah kemudian. Dengan pikiran atau perasaankah?

Mengapresiasi dengan Perasaan
Peter Zumthor, seorang arsitek asal Swiss, dalam bukunya yang berjudul Atmosphere mengemukakan pendapat tentang arsitektur yang dianggapnya baik, “Quality architecture to me is when a building manages to move me.” Kualitas arsitektur bagi Zumthor ialah kemampuannya untuk menggugah perasaan. Sebagai seorang arsitek, Zumthor memang lebih dekat pada kutub spiritualis dibanding rasionalis, tercermin dari karya tulis dan rancangnya yang cenderung sentimental. Memahami bagaimana ia berpandangan memberi petunjuk pada bagaimana kita harus mengapresiasi hasil rancangannya: mengandalkan kepekaan rasa dan sensibilitas.

Interior Kolumba Museum oleh Peter Zumthor. (sumber: http://shakespeareintitchfield.weebly.com/uploads/1/5/3/9/15391744/1742674_orig.jpg)


Arsitektur sering disebut-sebut sebagai irisan antara seni dengan ilmu pengetahuan. Ketika dipandang sebagai karya seni, arsitektur jadi memiliki kapabilitas untuk dinikmati dan diapresiasi dengan perasaan. Saat demikian, intuisi mengambil peran, membimbing sang apresiator untuk menemukan dan menghayati arsitektur dalam dimensi emosional. Penilaian terhadapnya pun sudah seyogyanya menjadi sangat subjektif. Sebab apresiator akan cenderung mengacu pada selera yang sifatnya sangat individual bagi masing-masing orang. Dalam hal ini, standar penilaian yang baku jadi tidak relevan dan tidak dapat diberlakukan. Dalam beberapa kasus tertentu, antara satu orang dengan yang lain bisa saja terjadi kesamaan atau kemiripan selera, tetapi tidak cukup untuk dijadikan patokan dalam menelaah kasus-kasus lain dalam cakupan yang lebih general. Sementara itu, arsitektur, bagaimanapun subjektifnya, tetap memiliki sisi pragmatis dan praktis yang harus didekati dari sudut pandang yang lebih objektif. Intuisi dan perasaan, dengan demikian, tidak dapat ditahbiskan sebagai instrumen tunggal dalam menelaah arsitektur.


Mengapresiasi dengan Pikiran
Berbeda dengan perasaan yang intuitif dan subjektif, pikiran atau lebih tepatnya logika bersifat sistematis dan objektif. Saat mengandalkan perasaan dalam menilai sebuah karya arsitektur, seseorang akan berhenti pada indah atau tidaknya sebuah bangunan; menyenangkan atau tidak menyenangkan berada di dalamnya. Estetika cenderung dinilai dengan cara ini. Tetapi, seiring perkembangan keilmuan dan pemikiran, bahkan aspek estetika yang awalnya subjektif dan individual pun mulai didekati dengan sudut pandang yang lebih objektif. Apakah yang membuat sesuatu tampak indah atau sedap dipandang? Di antara hasilnya adalah aturan-aturan estetika seperti irama, proporsi, skala, kesatuan (unity), empasis, dsb. Salah satu contoh produk rasionalisasi estetika adalah konsep Golden ratio yang dicetuskan oleh Vitruvius. Keindahan yang awalnya berada di ranah rasa dirasionalisasikan dengan angka yang tercermin pada proporsinya. Keindahan pun telah dirumuskan.

Vitruvian Man karya seniman Leonardo da Vinci yang menggambarkan konsep Golden ratio pada proporsi tubuh manusia. (sumber: http://economyinmotion.com/wp-content/uploads/2013/11/shutterstock_25285753.jpg)


Tidak hanya untuk sesuatu yang sifatnya visual, aspek-aspek nonvisual pun dapat pula ditelaah dengan pendekatan logis. Sebagai contoh, kenyamanan ruang. Tidak cukup hanya dengan merasa nyaman atau tidak nyaman, pendayagunaan pikiran akan membawa kita lebih jauh untuk menganalisis apa penyebabnya. Mengapa suatu ruang dikatakan nyaman dan yang lain tidak. Ternyata, didapatkan semacam standar bagi suatu ruang untuk disebut nyaman yang meliputi suhu, penghawaan, pencahayaan, dsb. Memang dalam kasus-kasus tertentu ada variabel-variabel lain, terutama dari manusianya sendiri, yang membuat kenyamanan ruang menjadi sesuatu yang subjektif. Tetapi, dalam cakupan yang general, hal-hal semacam ini tetap pada dasarnya bersifat objektif. Dan untuk memahami yang demikian ini, termasuk dalam berarsitektur, logika dan daya pikir menjadi penting pula untuk dilibatkan.


Formulasi Pikiran dan Perasaan
Lalu, mana yang sebaiknya kita pakai dalam mengapresiasi arsitektur? Pikiran atau perasaan? Dalam kasus yang berbeda jawabannya mungkin saja berbeda pula. Ada satu kasus yang lebih cocok didekati secara intuitif, sementara yang lain tampaknya lebih tepat ditelaah dalam kerangka yang sistematis-empiris. Kitalah, apresiator, yang menentukan.

Walau begitu, pertanyaan yang lebih besar lagi adalah ini: mengapa harus memisahkan keduanya, pikiran dengan perasaan? Agaknya kurang bijaksana jika kita harus terjebak dalam dikotomi yang demikian. Manusia, yang disebut-sebut sebagai ciptaan Tuhan yang paling mulia, dibekali akal pikiran dan perasaan sebagai anugerah yang membedakannya dari makhluk Tuhan yang lain. Maka, seyogyanya kedua anugerah tersebut dimanfaatkan sebaik-baiknya. Kita sepatutnya mulai membentuk kerangka pandangan dimana pikiran dan perasaan adalah bagian dari suatu integritas yang bekerja bersama dan sinergis, hand in hand, bukan terpisah.

Ranny Monita dalam artikelnya Imaginary Space yang dimuat dalam jurnal online arsitektur.net memberi contoh yang baik bagaimana proses apresiasi arsitektur dapat melibat-padukan pikiran dan perasaan melalui upayanya “membaca” ruang Church of Light rancangan arsitek Jepang Tadao Ando. Ia memulai proses “pembacaan”-nya dengan menangkap kesan-kesan ruang yang dihadirkan oleh bangunan gereja tersebut (dalam hali ini, ia bisa dikatakan banyak mengandalkan kepekaan rasa dan spasialnya). Selanjutnya, ia mulai menganalisis bagaimana kiranya teknik yang dipergunakan Ando dalam menghadirkan pengalaman ruang yang demikian (di sini ia mulai mempergunakan daya pikirnya). Ia bahkan melangkah lebih jauh dengan menghadirkan sebuah eksperimen ruang tersendiri yang didasarkan dari hasil analisisnya terhadap metode Ando dalam menghadirkan ruang arsitektural rancangannya. Pada akhirnya, ketika perasaan dan pikiran didayagunakan bersama-sama, apresiasi arsitektur berkembang menjadi suatu proses yang menghasilkan luaran akhir yang lebih kaya. (*)

Church of Light karya Tadao Ando. (sumber: http://features.cgsociety.org/newgallerycrits/g64/28764/28764_1292720145_large.jpg)


Referensi
-     Tribinuka, Tjahja. 2014. (http://iplbi.or.id/2014/02/kajian-tentang-apresiasi-arsitektur/ , diakses 17 Juni 2014)
-     Zumthor, Peter. 2006. Atmosphere: ARchitectural Environments - Surrounding Objects. Birkhauser Architecture.
-     Monita, Ranny. 2010. Imaginary Space: Re-reading Tadao Ando’s Church of Light. Jurnal Teori & Desain Arsitektur - Arsitektur.net. Volume 4 nomor 1.  (http://arsitektur.net/207/volume-04-no-1-spatial-stories/ , diakses 21 Mei 2014)

"Architecture is the masterly, correct and magnificent play of masses brought together in light." Le Corbusier Cahaya merupak...

"Architecture is the masterly, correct and magnificent play of masses brought together in light."

Le Corbusier

Cahaya merupakan salah satu elemen yang menarik untuk "dimainkan" dalam arsitektur. Tugas perancangan saya semester ini pun mengambil tema cahaya. Meskipun sudah agak telat (karena ini sudah memasuki akhir semester), saya mencari gambar-gambar di internet yang menunjukkan bagaimana suatu karya arsitektur dapat bermain-main dengan cahaya. "Kliping"-nya dapat dilihat di halaman Pinterest saya di sini:

Pinterest | Arsitektung - Architecture of Light

(Keterangan dan sumber gambar dapat dilhat di halaman Pinterest tersebut)


















House of Sampoerna Hari sudah sore ketika saya tiba di House of Sampoerna (HOS). Saya bahkan sempat kehilangan arah sebab plang pen...

House of Sampoerna

Hari sudah sore ketika saya tiba di House of Sampoerna (HOS). Saya bahkan sempat kehilangan arah sebab plang penunjuk jalan yang dulu ada tampaknya tidak lagi terpasang. Setelah memutar agak jauh, akhirnya saya temukan juga belokan yang benar menuju lokasi HOS. Dinding bekas bangunan penjara Kali Sosok yang menjulang tinggi dan berhias mural warna-warni menjadi bukti saya berada di jalur yang benar.

Memasuki komplek bangunan HOS, kita akan disambut oleh teras utama yang dikawal empat pilar yang tampak kokoh. Agaknya saya jadi teringat dengan bangunan klasik era Yunani dan Romawi yang juga khas dengan deretan kolom pada muka bangunannya. Bedanya, di sini, kolom-kolom tersebut didandani hingga menyerupai batang-batang rokok. Bangunan ini memang didirikan pada tahun 1862 dan dulunya merupakan gedung panti asuhan sebelum dibeli oleh Liem Seeng Tee, pendiri perusahaan rokok Sampoerna, pada tahun 1932. Tak heran jika corak arsitekturnya cenderung bergaya kolonial-klasik. Terlihat dari depan, massa bangunan ditata menurut aturan simetri. Bangunan utama yang terletak di tengah diapit oleh dua bangunan kembar pada bagian kanan-kirinya. Sayap bangunan sebelah Timur kini digunakan sebagai kafe, sementara yang bagian Barat sejak dulu hingga kini masih digunakan sebagai kediaman keluarga keturunan Liem Seeng Tee, meskipun, menurut petugas, rumah tersebut kini sifatnya lebih seperti rumah liburan saja. Bangunan utamanya sendiri kini berfungsi sebagai museum sekaligus pabrik produksi rokok di bagian belakangnya.

Dilihat dari depan, gedung utama tampak gagah. Pilar-pilar tadi ditambah dinding batu kasar berwarna kelabu terlihat seperti benteng kerajaan dalam cerita-cerita dongeng. Tetapi, kekakuan tersebut segera luruh begitu kita membuka pintu masuk utama yang terbuat dari kayu dengan hiasan kaca patri. Samar-samar terdengar gemericik lembut dari kolam koi bundar yang terletak persis setelah pintu. Hangat, begitulah kesan yang segera dapat  saya tangkap dari interior gedung HOS ini. Warna-warna pastel yang diaplikasikan pada ruangan dipadukan dengan furnitur kayu dan penerangan bernuansa kuning temaram.

Ruang pertama museum bercerita tentang sejarah Liem Seng Tee, pendiri Sampoerna, merintis awal mula bisnisnya. Di sini ditampilkan replika warung yang dipakai Seeng Tee menjajakan produk rokoknya pertama kali, juga sepeda angin dan meja kerja yang dipakainya kemudian. Ada juga koleksi foto-foto keluarga dan beberapa barang pribadi yang memiliki nilai historis bagi anggota keluarga ini. Di salah satu sudut, terpacak sebuah bangunan miniatur brick oven, yaitu bangunan bata yang digunakan oleh petani tembakau tradisional untuk mengeringkan daun-daun tembakau yang telah panen. Di sampingnya, dipajang contoh tembakau kering yang telah dicacah secara manual dan diwadahi dalam besek-besek berukuran besar. Ditambah sebuah alat giling, benda-benda ini menunjukkan tahapan awal proses pengolahan tembakau sebelum lebih lanjut menjadi rokok.

Replika kios pertama Liem Seeng Tee. Sumber: http://www.eastjava.com/tourism/surabaya/house-of-sampoerna/preview/house-of-sampoerna-29.jpg
Besek-besek berisi tembakau tadi tak pelak menguarkan aroma khas tembakau yang tercium di seluruh ruangan. Saya sendiri sebenarnya bukan seorang perokok, namun saya tidak keberatan sama sekali dengan aroma tembakau yang justru sedap menurut saya. Atmosfer bangunan sebagai museum perusahaan rokok pun jadi terasa lebih hidup.

Beranjak ke ruangan berikutnya. Ruangan kedua menampilkan berbagai jenis koleksi korek api dan pemantik. Ada juga pajangan antik yang menampilkan wadah korek api yang bentuknya unik, seperti misalnya bentuk pesawat terbang. Pada salah satu sisi dinding ruangan terpasang potret dewan direksi perusahaan yang terbaru. Pada sisi lain, deretan foto sephia menggambarkan bagaimana pekerja-pekerja zaman dahulu memproduksi rokok. Selera seni pemilik museum terlihat dari dipajangnya beberapa lukisan di ruangan ini. Tapi, namanya juga museum perusahaan rokok, lukisan yang ditampilkan pun bertema rokok-merokok. Tak ketinggalan, di ruangan ini dipajang pula sepasang brankas penyimpanan antik buatan Panama yang tanpa sungkan berdiri penuh wibawa di salah satu sisi ruangan.

Lebih dalam lagi menuju ruangan ketiga sekaligus ruangan terakhir di lantai pertama bagi pengunjung. Begitu masuk, menoleh ke kiri, kita dapat melihat pernak-pernik pajangan dari Sampoerna Marching Band. Marching band yang beranggotakan 234 pekerja pabrik rokok Sampoerna ini sempat dua kali (1990 & 1991) mengikuti kejuaraan Tournament of Roses di Pasadena, California, Amerika Serikat dan meraih juara pada tahun 1990. Tidak jauh dari pajangan tersebut, tepatnya di samping tangga menuju lantai dua, terpacak sebuah display multimedia interaktif yang dapat digunakan pengunjung untuk menggali lebih banyak lagi informasi menarik tentang marching band ini, termasuk di dalamnya video yang menampilkan grup tersebut sedang berlaga di beberapa acara.

Masih di ruangan yang sama, dipajang juga peralatan cetak bungkus rokok yang digunakan pada produksi jaman dulu dan sejumlah koleksi antik lainnya yang masih terkait dengan sejarah perusahaan. Yang paling menarik adalah display varian produk rokok yang pernah diproduksi oleh perusahaan ini. Termasuk dalam koleksi yang dipamerkan adalah beberapa produk edisi khusus, seperti rokok yang disajikan di Istana Presiden dan Wakil Presiden yang bungkusnya bergambar lambang Garuda Pancasila. Ada juga beberapa varian produk rokok Sampoerna yang dipasarkan di luar negeri.

Dari ruangan ketiga, perjalanan hanya dapat dilanjutkan ke lantai dua. Ruangan di lantai dua ini tidak lagi menampilkan koleksi barang-barang bersejarah perusahaan, melainkan sejumlah cinderamata yang dijual bagi turis atau pengunjung yang berminat. Cinderamata tersebut berupa kaos, kain batik, serta pernak-pernik lainnya. Beberapa petugas terlihat berjaga siap melayani pembelian.

Tetapi, atraksi utama dari ruangan di lantai dua ini sebenarnya adalah ini: wanita-wanita pekerja pabrik rokok. Hanya dibatasi dengan sekat kaca, ruangan lantai dua ini memang memiliki akses visual terhadap pabrik rokok yang terletak di belakang gedung utama. Pabrik rokok tersebut berupa sebuah hall satu lantai yang luas dan tinggi. Langit-langitnya sinambung dengan langit-langit bangunan utama yang dua lantai. 

Pekerja pabrik sedang memproduksi rokok secara manual. Sumber: http://www.eastjava.com/tourism/surabaya/house-of-sampoerna/preview/house-of-sampoerna-10.jpg

Jika datang saat jam kerja normal, kita dapat melihat ratusan wanita yang bekerja memproduksi rokok secara manual, mulai dari melinting, menggunting dan merapikan ujung rokok, mengelem, hingga mengepak bungkus rokok. Yang unik adalah bagaimana mereka melakukannya dengan sangat tepat dan luar biasa cepat, nyaris seperti mesin (konon, kecepatan produksi para pekerja tersebut mencapai 325 batang rokok per jam). Untuk pengunjung yang ingin mengamati lebih dekat, terdapat sebuah ruangan kecil dengan sekat kaca di lantai dua. Di situ, sebagian pekerja tampak menyelesaikan pekerjaan sebagaimana rekan-rekannya yang ada di pabrik di bawah.

Sayang sekali, saat saya datang, jam produksi pabrik telah usai. Beruntung, pengelola museum telah menyiapkan perangkat multimedia interaktif seperti di lantai satu, kali ini untuk menunjukkan pada pengunjung yang tidak sempat melihat langsung bagaimana cepat dan piawainya tangan para pekerja super tersebut memproduksi rokok, atraksi utama sekaligus "klimaks" dari perjalanan mengunjungi museum ini.

Kisah-kisah

Sebagaimana lazimnya bangunan tua, gedung House of Sampoerna pun memiliki sejarah yang terbentang panjang sejak awal dibangun. Gedung ini didirikan pada tahun 1862. Mulanya, gedung ini digunakan sebagai bangunan panti asuhan yang dikelola oleh orang Belanda. Panti asuhan tersebut akhirnya dipindah ke daerah lain, meninggalkan gedung ini kosong selama beberapa waktu sebelum akhirnya dibeli oleh Liem Seeng Tee pada tahun 1932.

Dari sinilah Seeng Tee merintis usahanya hingga bisa berkembang pesat menjadi perusahaan besar seperti sekarang. Dalam perkembangannya, gedung ini tidak hanya digunakan sebagai pabrik produksi rokok saja. Aula besar yang terletak agak di belakang komplek bangunan utama (sekarang digunakan sebagai bangunan pabrik) dulunya pernah dipakai sebagai gedung pertunjukan teater serta bioskop. Apa yang sekarang menjadi bangunan museum dulunya adalah lobby sekaligus sarana akses masuk bagi pengunjung bioskop. Bagian bawah aula merupakan area penonton umum, sementara lantai dua gedung utama (sekarang toko suvenir) dikhususkan bagi penonton kelas VIP. Konon, pada masanya, gedung pertunjukan ini tergolong besar dan lumayan tersohor. Sejumlah orang penting sempat mampir ke tempat ini, seperti Presiden pertama RI, Ir. Soekarno dan bintang film bisu populer Charlie Chaplin. 

Sumber: http://houseofsampoerna.museum/images/img_founder_theatre_1.jpg

Selain riwayat sejarah, gedung House of Sampoerna juga menyimpan cerita melalui dekorasi-dekorasi arsitektural yang tersebar di berbagai tempat pada bangunannya. Sebagaimana orang etnis Tionghoa pada umumnya, Seeng Tee pun cukup akrab dengan sistem kepercayaan yang terkait dengan simbologi. Ia menerapkan prinsip tersebut pada beberapa hal. Contohnya, logo salah satu produk rokoknya yang dihiasi gambar sembilan buah bintang. Angka sembilan dipercaya melambangkan keberuntungan. Tak heran jika kemudian bangunan museum House of Sampoerna juga dihiasi dengan simbol-simbol yang bernilai filosofis pula.

Pada puncak bagian depan gedung museum, hiasan kaca patri pintu masuk utama, hingga pada ukiran langit-langit pabrik di bagian belakang, dapat kita jumpai karakter aksara Mandarin wang ( 王 ) yang berarti raja. Hal ini karena Seeng Tee memang memiliki keinginan untuk menjadi “raja” melalui bisnis yang ia geluti.

Selain itu, jika kita amati tegel hias pada dinding, kita akan menemui gambar trinitas berupa tiga tangan menunjuk ke tiga arah yang berbeda. Simbol ini menggambarkan tiga unsur yang menjadi penopang kesuksesan bisnis Sampoerna, yakni produsen, konsumen, dan distributor. Ketiga unsur ini harus dijaga agar dapat tetap bersinergi dengan baik.

Itu tadi hanya sekelumit, barangkali masih ada cerita-cerita lain yang tersimpan dari gedung ini yang belum saya ketahui. Bagaimanapun, berkunjung ke House of Sampoerna merupakan pengalaman yang menyenangkan. Sebagai museum sebuah perusahaan rokok, HOS telah menunjukkan pada kita bagaimana caranya menjadi penikmat rokok tanpa harus menghisap asapnya. (*)

Logo perusahaan. Sumber: http://photos1.blogger.com/x/blogger2/480/1543/1600/48138/DSCN2995.jpg

House of Sampoerna

Cafe · Gallery · Museum · Restaurant

Alamat | Jalan Taman Sampoerna 6 , Surabaya , Jawa Timur , Indonesia , 60163
Waktu operasional | Setiap hari (kecuali libur Idul Fitri), 09.00 - 22.00 WIB
Telepon | 031-3539000
E-mail | hos.surabaya@sampoerna.com



     style="display:inline-block;width:300px;height:250px"
     data-ad-client="ca-pub-6620210654171217"
     data-ad-slot="4024852889">



Bjarke Ingels - "For me, architecture is the means, not the end. It's a means of making different life forms possible." ...


Bjarke Ingels - "For me, architecture is the means, not the end. It's a means of making different life forms possible."



Daniel Libeskind - "To provide meaningful architecture is not to parody history but to articulate it."



Jean Nouvel - "I think architecture has to be a gift."




Ludwig Mies van der Rohe - "God is in the details."




Oscar Niemeyer - "Form follows beauty."

Kuliah = belajar sambil tiduran di taman? Ah, kalau gitu ane juga mau! Hehehe... Dari respon yang saya dapat di social media , sepe...

Kuliah = belajar sambil tiduran di taman? Ah, kalau gitu ane juga mau! Hehehe...


Dari respon yang saya dapat di social media, sepertinya kebanyakan pembaca blog saya adalah siswa-siswi SMA yang hendak melanjutkan kuliah di jurusan arsitektur. Banyak yang mention di Twitter bertanya tentang kuliah di jurusan arsitektur atau bagaimana cara masuknya. Saya usahakan jawab sebisanya buat pertanyaan-pertanyaan ini.

Kalau dipikir-pikir, zaman sekarang, dengan teknologi yang sudah maju, hal-hal seperti menentukan pilihan jurusan kuliah pun jadi lebih mudah. Informasi sudah banyak tersedia dan mudah diakses, tinggal kita cari dan kita jadi terbantu untuk membuat keputusan. Tidak seperti zaman dulu dimana orang harus ribet tanya ke sana-kemari.

Nah, saya yang baik hati ini juga ingin turut andil sebagai penyedia informasi bagi siswa-siswi SMA yang akan melanjutkan ke bangku perkuliahan. Berikut adalah pengertian beberapa istilah dalam dunia perkuliahan, tentu belum lengkap betul, tapi paling tidak bisa sedikit membantu dalam memberikan gambaran saat memasuki dunia kuliah nantinya. Selamat membaca!


Mata Kuliah
Mudahnya, mata kuliah sama saja dengan mata pelajaran untuk anak sekolah. Bedanya, kalau waktu masih sekolah, jadwal pelajaran ditentukan oleh pihak sekolah, siswa tinggal mengikuti. Sementara, saat kuliah, pihak kampus memang sudah menentukan jadwal perkuliahan, tapi mahasiswa bebas memilih mata kuliah yang ingin ia ambil serta waktunya, asal sesuai dengan peraturan akademik.

SKS
SKS adalah kependekan dari satuan kredit semester dan dinyatakan dalam angka. Secara sederhana, SKS ini bisa diartikan sebagai bobot mata kuliah. Semakin banyak SKS berarti semakin penting mata kuliah tersebut. Karena, semakin tinggi bobot SKS-nya, maka semakin besar pengaruh nilai mata kuliah tersebut terhadap IP (indeks prestasi). Misalnya rata-rata mata kuliah yang kita ambil bernilai 2-3 SKS dengan nilai sebagian besar A atau AB, tapi ternyata dalam satu mata kuliah berbobot 6 SKS (jumlah SKS-nya besar berarti mata kuliah utama) kita mendapat nilai C atau D, maka IP keseluruhan bisa ikut jeblok karena mata kuliah tersebut.

Satu satuan SKS sendiri biasanya ditentukan berdasarkan durasi kuliah tatap muka, yakni 50 menit per minggu. Berarti, untuk mata kuliah 2 SKS, kita harus mengikuti perkuliahan selama 100 menit tiap minggunya. Ada juga yang dihitung berdasarkan waktu pengerjaan tugas mandiri di rumah (seperti PR) atau tugas kelas, namun jarang sekali dipakai.

SKS ini juga turut mempengaruhi singkat atau lamanya waktu perkuliahan kita. Tidak seperti saat sekolah, SMA misalnya, dimana kita sudah ditentukan untuk lulus setelah tiga tahun (kecuali tinggal kelas), saat kuliah kita bisa membuat sendiri perhitungan waktu kelulusan kita melalui jumlah SKS yang kita ambil tiap semesternya. Jumlah SKS yang memenuhi syarat kelulusan untuk jenjang S1 adalah 144 SKS yang ditempuh dalam waktu normal 8 semester (4 tahun). Berarti, rata-rata tiap semester kita mengambil 18 SKS. Kalau dalam beberapa semester kita mengambil lebih dari jumlah tersebut, misalnya 22 atau 24 SKS, tentu kita bisa lulus kuliah kurang dari delapan semester.

Tetapi, tentu saja ketentuan pengambilan jumlah SKS tersebut harus tetap mengacu pada peraturan akademis. Seperti misalnya di kampus saya, ada pembatasan pengambilan SKS berdasarkan nilai IP semester sebelumnya (IP ≥ 3,00 SKS max. 24; IP 2,5-2,99 SKS max. 20; IP 0-2,49 SKS max. 16). Selain itu perlu diperhatikan juga syarat-syarat pengambilan mata kuliah, misalnya mata kuliah semester ganjil biasanya tidak boleh diambil saat semester genap dan sebaliknya, serta beberapa mata kuliah yang memiliki prasyarat (misalnya harus sudah lulus mata kuliah yang lain terlebih dahulu dsb.).

Contoh KRS.


FRS/ KRS
Kalau di kampus saya sebutannya FRS, kependekan dari Formulir Rencana Studi. Ada juga yang menyebut KRS, Kartu Rencana Studi. Tapi intinya kurang lebih sama. Sesuai namanya, rencana studi, FRS ini adalah isian rencana akademik kita selama satu semester, meliputi mata kuliah yang kita ambil, jumlah sks, jadwal perkuliahan, dsb. Proses ini umumnya sudah dilakukan secara online oleh masing-masing perguruan tinggi.

Selama proses ini berlangsung, kita disarankan untuk berkonsultasi terhadap dosen wali (seperti wali kelas saat sekolah) agar kita bisa dapat gambaran tentang mata kuliah yang akan kita ambil atau bagaimana supaya kita tidak kesulitan dengan pilihan tersebut setelah masa perkuliahan berjalan. Dosen wali pulalah yang nantinya akan menyetujui dan memvalidasi FRS kia sebagai syarat agar kita dapat mengikuti perkuliahan.

Biasanya, KRS ini harus dicetak melalui badan akademik untuk digunakan misalnya saat UTS atau UAS (ditunjukkan pada pengawas sebagai salah satu syarat mengikuti ujian). Tapi rasanya aturan itu tidak berlaku sama untuk semua kampus. Saya sendiri sampai saat ini hampir tidak pernah minta cetakan KRS. Buat apa, wong UAS-nya aja nggak ada.

IP
IP merupakan singkatan dari indeks prestasi atau gampangnya nilai. Pada akhir semester, kita akan tahu nilai kita untuk masing-masing mata kuliah yang kita ikuti dan dinyatakan dalam huruf (A, AB, B, BC, C, D, dst.). Masing-masing huruf tersebut mewakili nilai dalam rentang angka tertentu, contohnya huruf A untuk nilai 80-100, AB untuk 70-79, dst. Nilai dari masing-masing mata kuliah tersebut kemudian dikalkulasikan terhadap proporsi SKS-nya serta jumlah total SKS yang kita ambil dalam satu semester tersebut, lalu didapatkanlah nilai IP ini yang dinyatakan dalam angka (maksimal 4,00). Umumnya, yang dianggap bagus adalah IP 3,00 ke atas, sebab angka demikian mencakup nilai mata kuliah yang rata-rata AB atau A.

IP sendiri ada dua jenis, IPS (indeks prestasi semester) dan IPK (indeks prestasi kumulatif). IPS dihitung berdasarkan nilai yang kita dapat dalam satu semester. Sementara itu, IPK adalah perhitungan nilai selama jangka waktu perkuliahan total yang telah kita ikuti.

transkrip, transkrip akademik, transkrip s2, mahasiswa s2, transkrip its
Contoh transkrip


Transkrip
Transkrip sama saja dengan rapor sekolah yang memuat nilai-nilai kita selama kuliah. Transkrip biasa dapat dilihat lalu dicetak secara online untuk kepentingan-kepentingan nonformal. Untuk kepentingan yang lebih resmi, transkrip yang valid hanya dapat dimohon oleh mahasiswa dan dikeluarkan melalui BAAK (Badan Administrasi Akademis & Kemahasiswaan).

Asistensi
Asistensi adalah proses bimbingan kepada dosen atau asisten dosen terkait tugas yang sedang kita kerjakan. Dalam asistensi ini, kita tidak hanya mendapat pengetahuan tentang cara pengerjaan tugas yang benar atau koreksi saat ada kesalahan. Seringkali, dosen juga memberi kita ilmu tambahan yang tidak disampaikan di kelas atau pengalaman-pengalaman pribadinya dalam bidang yang sedang dibahas.


Asistensi ini sangat penting bagi mahasiswa. Ilmu yang disampaikan dosen pada saat asistensi biasanya lebih spesifik dan mendalam, serta penyerapannya bisa lebih efektif karena disampaikan pada kelompok kecil mahasiswa saja, tidak seperti pada kelas besar. Selain itu, dosen bisa memberi masukan yang spesifik pada tugas yang kita buat, sehingga kita bisa mengerjakan tugas dengan efektif dan efisien, tepat seperti kompetensi yang diharapkan.

Rek, ayo, Rek... mlaku-mlaku nang Tunjungan. Rek, ayo, Rek... rame-rame bebarengan. Barangkali sebagian besar kita, apalagi yang menga...

Rek, ayo, Rek... mlaku-mlaku nang Tunjungan.
Rek, ayo, Rek... rame-rame bebarengan.


Barangkali sebagian besar kita, apalagi yang mengaku arek Suroboyo, sudah cukup familiar dengan penggalan lagu "Rek Ayo Rek" di atas. Minimal pernah dengar. Diciptakan oleh Is Haryanto dan dipopulerkan oleh Mus Mulyadi pada tahun 1970-an, lagu tersebut akhirnya jadi semacam anthem bagi kota Surabaya. Selalu diputar saat ada perayaan atau hajatan besar yang ada hubungannya dengan kota Surabaya.

Tunjungan sendiri adalah nama salah satu ruas jalan di pusat kota pahlawan ini. Ia memegang peranan penting bagi kota Surabaya bukan hanya karena kontribusi ekonomisnya saja, tapi juga karena muatan historisnya yang kaya. Ingat insiden besar perobekan bendera Belanda pada tanggal 18 September 1945 di Surabaya? Kisah yang sering dituturkan pada pelajaran sejarah waktu kita sekolah dulu itu mengambil latar tempat di puncak tertinggi Hotel Yamato. Nah, Hotel Yamato (sekarang sudah berganti nama jadi Hotel Majapahit) itu adanya ya di Jalan Tunjungan.

Insiden perobekan bendera Belanda oleh arek-arek Suroboyo.


Selain itu, masih banyak gedung-gedung lain yang menyimpan cerita bersejarah sejak zaman kolonial. Salah satu contohnya adalah gedung Siola. Gedung pusat perbelanjaan ini merupakan satu dari sekian saksi bisu perjalanan sejarah kota Surabaya. Siola mengawali kisahnya dengan nama Whiteaway Laidlaw yang merupakan bagian dari jaringan toko serba ada yang tersebar di beberapa negara dan dimiliki oleh konglomerat asal Inggris. Pusat pertokoan tersebut dibuka pada tahun 1923. Seiring berjalannya waktu, gedung tersebut sempat mengalami beberapa kali pindah tangan kepemilikan, meskipun fungsinya tetap sebagai komplek pertokoan. Pada tahun 1940-an, gedung tersebut diambil alih oleh Jepang dan berganti nama menjadi Toko Chiyoda. Lalu, pada tahun 1964 berganti lagi menjadi Siola, singkatan dari nama-nama pengusaha yang bekerja sama mendirikan kembali pertokoan tersebut, Soemitro, Ing Wibisono, Ong, Liem, dan Aang. Sejak saat itu, keberadaannya mulai tergerus oleh bermunculannya pusat perbelanjaan yang lebih modern. Terakhir, gedung Siola mengalami perombakan pada muka bangunannya dan menjadi Tunjungan City sejak 2011.

Siola tempo doeloe.

Siola zaman sekarang yang sudah berganti nama jadi Tunjungan City.


Nah, itu tadi sekilas cuplikan sejarah, sekarang kembali ke perkara lagu, Anda yang tahu benar kondisi Jalan Tunjungan saat ini mungkin agak bertanya-tanya, 'Buat apa ya mlaku-mlaku (jalan-jalan) ke Tunjungan? Jalan-jalan kemananya?' Mungkin juga ada yang tidak sampai terheran-heran begitu karena langsung terbersit dalam pikirannya tentang Tunjungan Plaza. Sedikit fakta bagi yang belum tahu atau selama ini salah kira, Tunjungan Plaza itu letaknya bukan di Jalan Tunjungan, melainkan cuma agak dekat dengan Tunjungan. Tapi saya akan bahas soal itu belakangan. Sekarang kita bahas jalannya dulu.

Dalam peta kota Surabaya, Jalan Tunjungan menempati posisi yang sangat strategis. Ruas jalan ini merupakan penghubung utama kawasan perumahan di sebelah Selatan-Timur dan Barat Surabaya (Gubeng, Darmo, Ketabang dan Sawahan), dengan daerah perdagangan yang ada disekitar Jembatan Merah. Walhasil, karena sering dilewati, kawasan ini pun tumbuh menjadi salah satu sentra ekonomi yang maju. Berbagai bangunan pertokoan pun dengan suburnya bermunculan (mrenthek kalau bahasa Suroboyo-nya) di sepanjang jalan. Sampai saat ini pun, kanan-kiri Jalan Tunjungan masih didominasi oleh gedung-gedung pertokoan, mulai dari toko elektronik, sepatu, sampai alat fitness atau kebugaran tubuh, ada di sini. Ada juga beberapa bank, baik yang nasional ataupun multinasional, serta satu-dua hotel dan restoran.

Jalan Tunjungan tempo doeloe. Tampak gedung di sebelah kiri adalah bangunan Hotel Majapahit.


Buat kita-kita ini yang (katanya) orang modern, tentu lebih memilih nongkrong atau kongkow di pusat perbelanjaan seperti mall yang adem, nyaman, dan serba ada. Tetapi, untuk ukuran orang zaman dulu yang belum kenal konsep mall modern, bisa jadi jalan-jalan atau nongkrong di Tunjungan inilah yang paling keren. Jadi, belum bisa disebut anak gaul kalau belum pernah malam mingguan di situ. Barangkali begitu...

Biar bagaimanapun, slogan "mlaku-mlaku nang Tunjungan" sudah kadung melekat di benak masyarakat. Belakangan, slogan tersebut tampaknya ingin kembali dihidupkan, baik oleh Pemkot atau pihak masyarakat lain, melalui berbagai program maupun acara-acara khusus. Jadi, publik Surabaya bisa menikmati lagi rasanya mlaku-mlaku nang Tunjungan, tentunya dengan kemasan yang berbeda. Seperti apa? Tunggu di artikel berikutnya ya. :)